BENCANA ALAM
Gempa Bumi
OLEH
1. MADE
ANAND SURYAPUTRA NIM.1513071033
2. KOMANG
EDI SUASTRAWAN NIM.1513071038
3. SEPTYAN WAHYU WIDIANTO NIM. 1513071045
JURUSAN
PENDIDIKAN IPA
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2017
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “Gempa Bumi” pada mata
kuliah BENCANA ALAM ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan di dalamnya.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah
yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Akhir kata kami sebagai penulis
mengharapkan agar makalah sederhana ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi
siapa pun yang membacanya.
Singaraja,
16 Februari 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA
PENGANTAR................................................................................................ i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB
1.PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang masalah...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 1
1.3 Tujuan.................................................................................................................. 2
1.4 Manfaat……….................................................................................................... 2
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Definisi Gempa Bumi.......................................................................................... 3
2.2 Intensitas Dan Magnitude Gempa........................................................................ 6
2.3 Penyebab
Gempa Bumi........................................................................................ 9
2.4 Proses Terjadinya Gempa Bumi.......................................................................... 11
2.5 Potensi Gempa Bumi di Dunia............................................................................ 13
2.6 Dampak Gempa Bumi......................................................................................... 14
BAB 3. PENUTUP
3.1 Simpulan….......................................................................................................... 19
3.2 Saran………….................................................................................................... 19
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Bumi
merupakan satu-satunya planet yang dapat dihuni oleh makhluk hidup dalam sistem
tata surya. Bumi merupakan sebuah planet yang memiliki berbagai unsur yang
memungkinkan untuk berlangsungnya kehidupan. Bumi adalah sebuah planet yang
sangat kompleks serta memilki beragam kehidupan di dalamnya,. Semua makhluk
hidup pada lapisan litosfer bumi baik itu di daratan maupun di lautan.
Namun dalam perkembangannya kehidupan makhluk hidup di bumi
tidak sertamerta hidup dengan damai. Banyak
hal-hal yang terjadi dan mengganggu kelangsungan makhluk hidup. Salah
satunya yaitu adanya bencana alam. Bencana alam merupakan suatu peristiwa alam
yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi makhluk hidup. Banyak terjadi
bencana alam yang terjadi di berbagai belahan bumi. Bencana alam itu seperti
banjir, gunung meletus, gempa bumi, badai dan lain-lain.
Salah satu bencana alam yang paling sering terjadi dan
hampir di seluruh dunia pernah mengalami bencana gempa bumi. Gempa bumi (earthquake) merupakan getaran dalam bumi
yang terjadi sebagai akibat dari terlepasnya energi yang terkumpul secara
tiba-tiba. Gempa bumi merupakan salah satu dampak negatif dari adanya proses
tektonik, daerah-daerah pertemuan tumbukan tersebut menjadi daerah yang rawan
akan terjadinya gempa bumi. Maka berdasarkan dari latar belakang diatas maka
penulis tertarik untuk menyusun makalah yang berjudul gempa bumi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan diatas adapun rumusan masalah yang penulis
dapatkan yaitu sebagai berikut :
1.
Apakah yang dimaksud dengan gempa bumi?
2.
Apakah intensitas dan Magnitude gempa
bumi?
3.
Apa sajakah penyebab gempa bumi?
4.
Bagaimanakah proses terjadinya gempa
bumi?
5.
Bagaimanakah potensi gempa bumi di dunia?
6.
Apakah dampak yang ditimbulkan gempa
bumi?
1.3 Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas adapun tujuan yang ingin penulis
sampaikan yaitu sebagai berikut :
1.
menjelaskan definisi gempa bumi
2.
menjelaskan intensitas dan magnitude
gempa bumi
3.
menjelaskan penyebab gempa bumi
4.
mendeskripsikan proses terjadinya gempa
bumi
5.
menunjukkan potensi gempa bumi di dunia
6.
menjelaskan dampak yang ditimbulkan dari
gempa bumi
1.4 Manfaat
- . Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini telah memberikan berbagai
pengalaman bagi penulis seperti pengalaman untuk mengumpulkan bahan. Disamping
itu, penulis juga mendapat ilmu
untuk memahami dan
menganalisis materi yang
ditulis dalam makalah ini. Penulis juga mendapatkan berbagai pengalaman
mengenai teknik penulisan makalah, teknik pengutipan, dan teknik penggabungan
materi dari berbagai sumber.
2. Bagi
Pembaca
Pembaca yang membaca makalah ini akan dapat memahami
konsep tentang gempa bumi seperti definisi gempa bumi, penyebab gempa bumi,
proses terjadinya gempa bumi, potensi gempa bumi di dunia, dan dampak yang
ditimbulkan dari gempa bumi.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Gempa Bumi
Gempa
bumi adalah getaran dalam bumi yang terjadi sebagai akibat dari terlepasnya
energi yang terkumpul secara tiba-tiba dalam batuan yang mengalami deformasi.
Gempa bumi dapat didefinisikan sebagai rambatan gelombang pada massa batuan
atau tanah yang berasal dari hasil pelepasan energi kinetik yang berasal dari dalam
bumi. Sumber energi yang dilepaskan dapat berasal dari hasil tumbukan lempeng,
letusan gunung api, atau longsoran masa batuan atau tanah (Noor, 2011:249).
Gempa bumi
memancarkan energi melalui bumi dalam bentuk
gelombang seismik. Gempa ialah getaran yang dirasakan di permukaan bumi
akibat adanya sumber getaran yang terdapat di dalam bumi. Pusat gempa bumi,
yaitu titik di dalam bumi di mana gempa terjadi disebut hypocenter, dan titik pada permukaan bumi tepat diatas pusat gempa
bumi disebut epicenter.
Gambar 1 : Ilustrasi
letak focus dan epicenter gempa.
Alat seismograf
dirancang untuk merekam gelombang seismik yang dipancarkan dari sumber gempa
bumi. Hasil rekaman seismograf disebut seismogram. Dari seismogram dapat
diketahui intensitas atau amplitudo gelombang seismik yang dipancarkan oleh
sumber gempa bumi. Intensitas gempa atau kekuatan gempa bumi didasarkan pada
amplitudo gelombang seismik yang terekam pada seismogram, dan dinyatakan dalam
skala Richter. Gempa bumi yang merusak, biasanya mempunyai kekuatan (magnitudo)
di atas 6 dalam skala Richter, misalnya gempa bumi yang menghancurkan kota Kobe
di Jepang pada tanggal 17 Januari 1995 yang lalu mempunyai magnitudo 7,2 dalam
skala Richter.
Gempa bumi utama
selalu didahului oleh gempa pendahuluan. Karena waktu jeda (interval waktu)
antara gempa pendahuluan dan gempa utama
sangat pendek, maka petugas tidak akan sempat memberi peringatan kepada
penduduk yang akan dilanda gempa bumi. Selain itu, gempa pendahuluan biasanya
lemah dan tidak terasa oleh manusia. Gempa dapat dibagi menjadi beberapa yaitu
sebagai berikut.
A.
Berdasarkan proses terjadinya , gempa
bumi dibagi menjadi :
1.
Gempa pendahuluan,
amplitudonya kecil dan terjadi sebelum gempa besar atau gempa utama.
2.
Gempa utama, amplitudonya
besar sehingga dapat dirasakan oleh manusia.
3.
Gempa susulan, terjadinya
beberapa menit atau jam setelah gempa utama. Gempa ini lemah kadang terjadi
berulang.
B.
Berdasarkan hiposenter, gempa bumi
dibagi menjadi :
1.
Gempa-dalam, kedalaman
hiposenter lebih dari 300 km. Gempa ini dapat mencapai permukaan, tetapi
amplitudonya menjadi kecil sehingga tidak berbahaya.
2.
Gempa-sedang, kedalaman
hiposenter antara 60 dan 300 km. Pada umumnya, gempa sedang jarang menimbulkan
kerusakan pada permukaan bumi.
3.
Gempa-dangkal, kedalaman
hiposenter kurang daro 60 km. Gempa dangkal sering menimbulkan kerusakan pada
permukaan bumi, misalnya gempa bumi di Liwa-Lampung, Sumatra pada tahun 1994.
C.
Berdasarkan proses fisis, gempa bumi
dapat diklasifikasikan menjadi :
1.
Gempa tektonik
Gempa ini diakibatkan oleh
pergeseran lempeng benua. Gempa tektonik sering menimbulkan kerusakan korban
jiwa. Jika episenter berada di laut, maka akan menimbulkan Tsunami, yaitu
gelombang laut yang besar. Misalnya, gempa yang terjadi pada tanggal 12
Desember 1992 di Maumere, kabupaten Sika di Pulau Flores dengan kekuatan 6,8
skala Richter, dan episenter berada didasr laut sejauh 30 km dari Maumere, sedangkan kedalaman hiposenter
sekitar 20 km di bawah permukaan laut. Tsunami yang terjadi akibat gempa bumi
ini dapat menaikan air laut ke daratan sampai ketinggian pohon kelapa. Jumlah
korban yang tewas sekitar 2000 orang, dan kerugian harta benda 200 miliar rupiah. Gempa tektonik berkekuatan 6,4 skala
Richter mengguncang kecamatan Pandeglag , wilayah Banten Selatan, Jawa Barat,
pada hari selasa 21 Desember 1999,
sekitar pukul 21.14 WIB. Gempa ini juga terasa di daerah Jakarta dan Bandung
Selatan. Menurut data yang dihimpun Antara dan Pusat Gempa Nasional-Badan
Meteorologi dan Geofisika, lokasi gempa berada pada kedalam sekitar 33 km. akan tetapi US Geological Survey yang berpusat di Colorado Amerika
Serikat mencatat pusat gempa berada pada kedalaman 60 km, dengan posisi gempa
berada pada 6,6°LS dan 105,5°BT.
Dalam gempa tektonik ini dilaporkan lima orang tewas dan ribuan rumah rusak.
Gempa terjadi di zone patahan yang
berada di bawah Selat Sunda. Perbedaan dalam menentukan lokasi gempa dapat
ditolerir, tetapi biasanya perbedaannya sekitar 15 km. (Pikiran Rakyat, 22
Desember 1999 dalam Tjasyono, 2003).
2.
Gempa vulkanik
Gempa ini
disebabkan oleh kegiatan magma dekat permukaan bumi atau disebabkan oleh
letusan gunung berapi (vulkano). Gempa vulkanik biasanya mempunyai intensitas
lemah dan terjadi pada daerah sekitar gunung meletus. Kerusakan dan korban jiwa
lebih disebabkan oleh letusannya daripada gempanya.
3.
Gempa runtuhan
Gempa runtuhan
disebabkan oleh runtuhan batuan,
misalnya pada gua atau disebabkan oleh
longsor tanah. Gempa runtuhan mempunyai intensitas lemah dan terjadi
secara local.
2.2 Intensitas
dan magnitude gempa
Intensitas dan magnitude gempa yang terjadi di permukaan
bumi dapat diketahui melalui alat seismograf, yaitu suatu alat pencatat getaran
seismik yang sangat peka dan di tempatkan di berbagai lokasi di Bumi. Untuk
menentukan magnitude gempa didasari atas besarnya amplitude gelombang seismik
yang tercatat pada alat seismograf. Skala Richter (M) adalah satuan yang
dipakai untuk mengukur besarnya magnitude gempa. Satuan besaran gempa
berdasarkan satuan skala Richter adalah 1 hingga 10. Satuan intensitas dan
magnitude gempa bumi dapat juga diukur berdasarkan dampak kerusakan yang
ditimbulkan oleh getaran gelombang seismik yang dikenal dengan satuan
Intensitas Modifikasi Mercalli (MMI), nilai satuan ini berkisar dari 1 hingga
12 (Noor, 2011:250).
Berikut ini adalah sebuah tabel yang menggambarkan tingkatan
magnitude dan kekuatan gempa, dan pengaruh-pengaruhnya.
Tabel 2.1 Magnitude dan Kelas
Kekuatan Gempa
Magnitude
Gempa
|
Kelas
Kekuatan Gempa
|
Pengaruh
Gempa
|
Perkiraan
Kejadian Pertahun
|
<2,5
|
Minor Earthquake
|
Umumnya tidak dirasakan, tetapi
dapat direkam oleh seismograf
|
900.000
|
2,5 s/d 4,9
|
Light
Earthquake
|
Selalu dapat dirasakan, tetapi
hanya menyebabkan kerusakan kecil.
|
30.000
|
5,0 s/d 5,9
|
Moderate
Earthquake
|
Menyebabkan kerusakan pada bangunan.
|
500
|
6,0 s/d 6,9
|
Strong
Earthquake
|
Kemungkinan dapat menyebabkan
kerusakan besar, pada daerah dengan populasi tinggi.
|
100
|
7,0 s/d 7,9
|
Major
Earthquake
|
Menimbulkan kerusakan serius.
|
20
|
≥8,0
|
Great
Earthquake
|
Dapat meluluhlantakan daerah yang dekat
dengan pusat gempa.
|
1 per 5-10 tahun
|
Pada kenyataannya skala Mercalli bersifat subjektif, maka
untuk suatu kerusakan yang disebabkan oleh suatu gempa, pengamatan yang
dilakukan oleh beberapa orang akan mempunyai pendapat yang berbeda mengenai
tingkat kerusakan yang terjadi. Berikut merupakan tabel tingkatan kerusakan
gempa dengan skala MMI.
Tabel 2.2 Skala Intensitas Modified Mercalli (MMI)
Skala
Intensitas
|
Dampak
Kerusakan
|
I
|
Tidak dirasakan oleh kebanyakan
orang, hanya beberapa orang yang dapat merasakan dalam situasi tertentu.
|
II
|
Dapat dirasakan oleh beberapa
orang yang sedang diam/istirahat. Dapat memindahkan dan menjatuhkan
benda-benda.
|
III
|
Dirasakan oleh sedikit orang,
terutama yang berada di dalam rumah, seperti getaran yang berasal dari
kendaraan berat yang melintas di dekat rumah.
|
IV
|
Dirasakan oleh banyak orang,
beberapa orang terbangun di saat tidur. Piring dan jendela bergetar dan dapat
mendengar suara-suara yang berasal dari pecahan barang pecah belah.
|
V
|
Dirasakan oleh setiap orang yang
saling berdekatan. Banyak orang terbangun di saat tidur. Terjadi retakan pada
dinding tembok. Barang-barang terbalik dan pohon-pohon mengalami kerusakan.
|
VI
|
Dirasakan oleh setiap orang,
terjadi runtuhan tembok dan terjadi kerusakan pada menara/tugu.
|
VII
|
Setiap orang berlarian keluar
rumah, bangunan berstruktur buruk mengalami kerusakan. Dapat dirasakan oleh
orang-orang yang berada di dalam kendaraan.
|
VIII
|
Runtuhnya bangunan yang
berstruktur buruk, tiang dan menara, dinding runtuh. Tersemburnya pasir dan
lumpur dari dalam tanah.
|
IX
|
Kerusakan pada bangunan
berstruktur tertentu, sebagian runtuh. Gedung-gedung tergeser dari
pondasinya. Tanah mengalami retakan dan pipa-pipa yang mengalami pecah.
|
X
|
Hampir semua bangunan berstruktur
beton dan kayu rusak. Tanah retak-retak, rel kereta api bengkok, dan
pipa-pipa pecah
|
XI
|
Hanya beberapa struktur bangunan
beton yang tersisa. Terjadi retakan yang panjang di permukaan tanah. Pipa
terpotong dan terjadi longsoran tanah dan rel kereta api terputus.
|
XII
|
Kerusakan total. Gelombang
permukaan tanah dapat teramati dan benda-benda terlempar ke udara.
|
Sumber: (Noor, 2011)
Tabel 2.3 Hubungan Antara Magnitude
dengan Intensitas Gempa
Skala Magnitude
|
Skala Intensitas
|
Karakteristik pengaruh gempa di daerah
populasi
|
< 3,4
|
I
|
Hanya terdeteksi oleh seismograf
|
3,5 – 4,2
|
II dan III
|
Terasa oleh beberapa orang di dalam
bangunan
|
4,3 – 4,8
|
IV
|
Terasa oleh banyak orang dan jendela
bergetar
|
4,9 – 5,4
|
V
|
Terasa oleh semua orang, piring-piring
pecah dan pintu bergoyang
|
5,5 – 6,1
|
VI dan VII
|
Kerusakan ringan bangunan, lantai
rekah, dan bata berjatuhan
|
6,2 – 6,9
|
VIII dan IX
|
Kerusakan bangunan lebih parah,
cerobong asap runtuh dan rumah-rumah bergerak di atas fondasinya
|
7 – 7,3
|
X
|
Kerusakan serius, jembatan-jembatan
terpelintir, dinding rekah, bangunan dari bata runtuh
|
7,4 – 7,9
|
XI
|
Kehancuran berat, banyak bangunan
runtuh
|
>8
|
XII
|
Hancur total, benda-benda terlempar ke
udara
|
Sumber: (Sapiie,2006)
2.3 Penyebab
Gempa Bumi
Banyak
teori yang telah dikemukakan mengenai penyebab terjadinya gempa bumi. Menurut
pendapat para ahli, sebab-sebab terjadinya gempa adalah sebagai berikut:
1.
Runtuhnya
gua-gua besar yang berada di bawah permukaan tanah. Namun, kenyataannya
keruntuhan yang menyebabkan terjadinya gempa bumi sangat kecil kemungkinannya
dan bahkan tidak pernah terjadi.
2.
Tabrakan
meteor pada permukaan bumi. Bumi merupakan salah satu planet yang ada dalam
susunan tata surya. Dalam tata surya kita terdapat ribuan meteor atau batuan
yang bertebaran mengelilingi orbit bumi. Sewaktu-waktu meteor tersebut jatuh ke
atmosfer bumi dan kadang-kadang sampai ke permukaan bumi. Meteor yang jatuh ini
akan menimbulkan getaran bumi jika massa meteor cukup besar. Getaran ini
disebut gempa jatuhan, namun gempa ini jarang sekali terjadi. Kejadian ini
sangat jarang terjadi dan pengaruhnya juga tidak terlalu besar.
3. Letusan gunung berapi. Gempa bumi
ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung
api meletus. Gempa bumi jenis ini disebut gempa vulkanik dan jarang terjadi
bila dibandingkan dengan gempa tektonik. Ketika gunung berapi meletus maka
getaran dan guncangan letusannya bisa terasa sampai dengan sejauh 20 mil. Gunung api yang
akan meletus selalu diiringi dengan gempa yang menggetarkan permukaan bumi
disekitarnya, hal ini disebabkan oleh pergerakan magma yang akan keluar dari
perut bumi ketika gunung akan meletus. Ketika magma bergerak kepermukaan gunung
api, ia akan bergerak dan memecahkan bebatuan gunung api. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya getaran yang cukup kuat dan berkepanjangan sehingga
menimbulkan gempa bumi.
Disamping
akibat dari tumbukan antara magma dengan dinding-dinding gunung api, gempa
vulkanik juga dapat disebabkan oleh tekanan gas pada letusan yang sangat kuat
dan perpindahan magma didalam dapur magma. Sejarah mencatat, di Indonesia pernah terjadi letusan gunung
berapi yang sangat dahsyat pada tahun 1883 yaitu meletusnya Gunung Krakatau
yang berada di Jawa barat. Letusan ini menyebabkan guncangan dan bunyi yang
terdengar sampai sejauh 5000 Km. Letusan tersebut juga menyebabkan adanya
gelombang pasang “Tsunami” setinggi 36 meter di lautan dan letusan ini memakan
korban jiwa sekitar 36.000 orang. Gempa ini merupakan gempa mikro sampai
menengah, gempa ini umumnya berkekuatan kurang dari 4 skala Richter. Dari
seluruh gempa bumi yang terjadi hanya 7% yang termasuk kedalam gempa bumi
vulkanik.
4.
Kegiatan
tektonik. Semua gempa bumi yang memiliki efek yang cukup besar berasal dari
kegiatan tektonik yaitu mencangkup 90% dari seluruh kegiatan gempa bumi.
Gaya-gaya tektonik biasa disebabkan oleh proses pembentukan gunung, pembentukan
patahan, gerakan-gerakan patahan lempeng bumi, dan tarikan atau tekanan
bagian-bagian benua yang besar. Gempa ini merupakan gempa yang umumnya berkekuatan
lebih dari 5 skala Richter.
Dari berbagai teori yang telah dikemukakan, maka teori
lempeng tektonik inilah yang dianggap paling tepat. Teori ini menyatakan bahwa
bumi diselimuti oleh beberapa lempeng kaku keras (lapisan litosfer) yang berada
di atas lapisan yang lebih lunak dari litosfer dan lempeng-lempeng tersebut
terus bergerak dengan kecepatan 8 km per tahun sampai 12 km per tahun.
Pergerakan lempengan-lempengan tektonik ini menyebabkan terjadinya penimbunan
energi secara perlahan-lahan. Gempa tektonik kemudian terjadi karena adanya
pelepasan energi yang telah lama tertimbun tersebut.
Daerah yang paling rawan gempa umumnya berada pada pertemuan
lempeng-lempeng tersebut. Pertemuan dua buah lempeng tektonik akan menyebabkan
pergeseran relatif pada batas lempeng tersebut, yaitu:
1.
Subduction, yaitu peristiwa dimana salah satu
lempeng mengalah dan dipaksa turun ke bawah. Peristiwa inilah yang paling
banyak menyebabkan gempa bumi.
2.
Extrusion, yaitu penarikan satu lempeng
terhadap lempeng yang lain.
3. Transcursion, yaitu terjadi gerakan vertikal
satu lempeng terhadap yang lainnya.
4. Accretion, yaitu tabrakan lambat yang terjadi
antara lempeng lautan dan lempeng benua.
2.4 Proses
Terjadinya Gempa Bumi
Gempa
bumi yang terjadi ada banyak jenisnya, secara umum ada gempa bumi tektonik dan
vulkanik, namun gempa bumi tektonik mendominasi kejadian gempa yang terjadi. Proses terjadinya gempa bumi tektonik
dikelompokkan kedalam teori pergeseran sesar dan teori kekenyalan elastisitas.
Teori
pergeseran sesar dimulai pada pergerakan
interior bumi saat gaya konveksi mantel yang menekan kerak bumi. Karena kerak
sifatnya rapuh, maka mengakibatkan pergeseran pada sesar. Dari pergeseran
sesar, muncullah gempa bumi berupa aliran energi yang merambat ke permukaan. Sedangkan
pada teori kekenyalan elastisitas terjadi pada saat gempa yang disebabkan oleh
pergeseran atau patahan pada sesar baik itu sesar naik atau sesar turun.
Patahan terjadi karena batuan mengalami tekanan terus-menerus. Apabila batuan
sudah mulai jenuh, maka batuan akan patah untuk melepaskan energi dari tekanan
dan tarikan tersebut. Pada saat menerima tekanan maka akan terbengkok tapi saat
mendapat tarikan akan kembali seperti semula. Hal itu yang disebut dengan teori
kekenyalan elastisitas.
Dinamika
bumi memungkinkan terjadinya Gempa bumi.
Di seluruh dunia tidak kurang dari 8000 kejadian Gempa Bumi terjadi tiap hari,
dengan skala kecil yaitu kurang dari Magnitude 2 sampai skala besar dengan
kekuatan sekitar Magnitude 9.5 yang secara statistik hanya terjadi satu kali
dalam 20 tahun di dunia. Dari kejadian Gempa Bumi dunia, kurang lebih 10% nya
terjadi di Indonesia. Dinamika bumi digambarkan dengan pergerakan
lempeng-lempeng yang menyusun kerak bumi. Pergerakan lempeng samudera terjadi
karena ada proses naiknya magma ke permukaan (sea-floor spreading)
secara terus menerus dari dalam kulit bumi di zona pemekaran samudera. Proses
ini mendorong lempeng samudera yang mengapung pada lapisan yang bersifat padat
tetapi sangat panas dan dapat mengalir secara perlahan. Pada saat lempeng
samudera menyusup ke bawah lempeng benua terjadi gesekan yang menghambat proses
penyusupan.
Gambar 2:
Pergerakan lempeng penyebab gempa
Perlambatan
gerak penyusupan tersebut menyebabkan adanya akumulasi energi di zona subduksi
dan zona patahan. Akibatnya, pada zona
tersebut akan terjadi tekanan, tarikan, dan geseran. Pergerakan lempeng-lempeng di dunia
memungkinkan adanya interaksi antara lempeng yang satu dengan lainnya. Gempa
terjadi bukan karena tumbukan dua lempeng, seperti di ibaratkan dua mobil
saling bertabrakan yang asalnya saling jauh kemudian bertabrakan (terjadi crash).
Untuk zona subduksi, gempa terjadi karena interaksi antar dua lempeng yang
saling menekan sehingga terakumulasi energi yang cukup besar. Gempa itu sendiri
terjadi karena kondisi batuan pada lempeng ataupun litosfer patah.
Patahan
batuan terjadi dikarenakan batuan tadi mengalami tekanan ataupun tarikan secara
terusmenerus, apabila elastisitas batuan sudah jenuh, maka batuan akan patah
untuk melepaskan energi dari tekanan dan tarikan tersebut. Saat menerima
tekanan, batuan akan terbengkokkan dan setelah melepaskan tekanannya batuan
akan kembali ke bentuk semula, ini dikenal dengan ‘Elastic Rebound
Theory’. Pelepasan energi tekanan yang sudah tertumpuk ini terjadi
selama kurun waktu tertentu. Gempa yang terjadi di zona subduksi akibat patahan
pada lapisan batuan atau lithosfer ini dapat berupa gempa dangkal (shallow
earthquake), menengah (intermediate earthquake), dan dalam (deep
earthquake). Berdasarkan hasil penelitian para peneliti kebumian,
disimpulkan bahwa hampir 95 persen lebih
Gempa Bumi alamiah yang cukup besar terjadi di daerah batas pertemuan antar
lempeng yang menyusun kerak bumi dan di
daerah patahan atau fault.
Secara
tahapan dapat di jelaskan seperti berikut ini:
a. Tahap pertama dua lempeng saling
bertumbukan di zona subduksi terjadi tegangan geser.
b. Tahap kedua lempeng yang berada
diatas mulai mengalami tekukan sehingga terbentuk bukit di atasnya sementara
itu tegangan geser terus bertambah. Pada tahap ini kecepatan gelombang seismik
menurun.
c. Tahap ketiga terjadi retakan-retakan
pada batuan dan mencapai batas keseimbangan. Pada tahap ini gelombang seismik
meningkat lagi.
d. Tahap keempat terjadilah gempa bumi
akibat dari batuan yang pecah, Slip atau batuan yang terkunci menjadi terlepas
dan sejumlah energi akan dilepaskan. Kemudian energi ini akan merambat ke
segala arah dalam bentuk gelombang longitudinal (gelombang P) dan gelombang
transversal (gelombang S) rambatan gelombang ini yang akan menghancurkan
bangunan-bangunan di atasnya.
e. Tahap kelima terjadi keseimbangan
baru pada saat selesai gempa bumi.
2.5 Potensi
Gempa Bumi di Dunia
Gempa
bumi merupakan bencana yang hampir terjadi di seluruh negara di dunia. Namun
antara daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki intensitas gempa yang
berbeda-beda. Menurut seringnya terjadi hentakan gempa, maka dapat diketahui
terdapat jalur-jalur seismik (seismic
belts). Diantara beberapa jalur-jalur seismik terdapat jalur yang paling
sering terjadi gempa bumi adalah Circum
Pacific Belt. Hampir 80% dari pusat gempa yang terekam bersumber pada jalur
ini. Jalurnya mengikuti rangkaian pegunungan di Amerika Barat, mulai dari Cape
Horn Ke Alaska, menyeberang ke Asia, menjulur di pantai ke arah selatan melalui
Jepang, Filipina, New Guinea dan Fiji dan melingkar jauh ke selatan ke New
Zealand (Sapiie, 2006:188).
Selanjutnya yaitu jalur Mediterran-Himalaya (Mediterranean-Himalayan belt), sekitar
15% gempa bumi bersumber pada jalur ini, memanjang dari Gibraltar ke Asia
Tenggara, termasuk Indonesia, melingkar dari Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, dan
dari Flores ke arah utara, ke Sulawesi. Sisanya mengikuti jalur pematang tengah
samudera.
Gambar 3: Peta persebaran titik-titik rawan gempa di dunia.
2.6 Dampak
Gempa Bumi
Gempa
bumi merupakan rambatan gelombang seismik yang berasal dari rambatan gelombang
seismik yang berasal dari energi yang dilepas dari hasil pergerakan lempeng
dapat menimbulkan dampak negatif yang menyebabkan bencana. Bencana yang
ditimbulkan dari gempa bumi dapat berupa rekahan tanah (ground rupture), getaran tanah (ground
shaking), gerakan tanah (mass
movement), kebakaran (fire),
perubahan aliran air (drainage changes),
gelombang pasang/tsunami, dan lain-lain. Gelombang gempa yang merambat pada
massa batuan, tanah, ataupun air dapat menyebabkan bangunan gedung dan jaringan
jalan, air minum, telepon, listrik, dan gas menjadi rusak. Tingkat kerusakan
sangat ditentukan oleh besarnya magnitude dan intensitas serta waktu dan lokasi
epicenter gempa (Noor, 2011:251).
Berikut merupakan dampak negatif dari terjadinya gempa.
1. Rekahan/patahan di permukaan bumi (Ground rupture)
Pada umumnya gempa bumi sering kali berdampak pada rekah dan
patahnya permukaan bumi yang secara regional dikenal sebagai deformasi kerak
bumi. Deformasi kerak bumi dapat mengakibatkan permukaan daratan rekah dan
terpatahkan hingga mencapai areal yang sangat luas. Salah satu bukti nyata
terjadinya ground rupture adalah
gempa yang terjadi pada Februari, 1976 dimana areal seluas 12.000 km2.
Yang terletak di jalur patahan San Andreas, 65 km disebelah utara kota Los
Angeles mengalami pengangkatan (uplifted)
oleh pergeseran sesar San Andreas. Contoh lain dari deformasi kerak bumi adalah
gempa bumi yang terjadi pada tahun 1964 di Alaska yang menghasilkan suatu
rekahan dan patahan serta deformasi
batuan dimana daerah seluas 260.000 km2 terdiri dataran
pantai dan dasar laut secara lokal terangkat setinggi 2 meter dan secara
regional mencapai 16 meter (Noor, 2011:254).
2. Getaran/guncangan permukaan tanah (Ground shaking)
Bencana gempa yang secara langsung teras dan berdampak
sangat serius adalah runtuhnya bangunan-bangunan yang disebabkan oleh
getaran/guncangan gempa yang merambat pada media batuan atau tanah. Pada
umumnya bangunan-bangunan yang berada diatas lapisan batuan yang padat
dampaknya tidak terlalu parah bila dibandingkan dengan bangunan-bangunan yang
berada diatas batuan sedimen jenuh. Sebagai contoh kasus dari getaran gempa
yang merusak kota San Fransisco pada tahun 1906 adalah gempa yang epicenternya
berada di sepanjang jalur patahan San Andreas dan bagian dari segmen lepas
pantai yang terletak di sisi luar Golden Gate merupakan segmen yang bertanggung
jawab terhadap kerusakan kota San Fransisco (Noor, 2011:255).
3. Longsoran tanah (Mass Movement)
Gempa bumi juga dapat menyebabkan luncuran dan longsoran
tanah yang umumnya dapat terjadi bersamaan dengan terjadinya gempa. Hampir
semua longsoran dapat terjadi pada radius 40 km dari pusat gempa (epicenter) dan untuk gempa yang sangat
besar dapat mencapai radius 160 km dan salah satu contoh adalah gempa bumi
Alaska tahun 1964 yang memicu terjadinya longsoran atau gerakan tanah. Dalam
hal ini gempa bersifat menginduksi terjadinya gerakan tanah, sedangkan
longsoran dan gerakan tanah baru akan terjadi apabila daya ikat antar butiran lemah,
kejenuhan batuan/sedimentasi, porositas dan permeabilitas batuan/tanah tinggi.
4. Kebakaran
Kerusakan yang utama dan sering terjadi pada saat gempa bumi
adalah bahaya kebakaran. Hampir sembilan puluh persen kerusakan yang terjadi di
kota San Fransisco pada tahun 1906 adalah disebabkan oleh kebakaran yang
berasal dari material bahan bangunan yang mudah terbakar, kerusakan peralatan yang
berkaitan dengan listrik serta pecah dan patahnya saluran pipa gas, listrik,
dan air. Pada umumnya gempa menginduksi api yang berasal dari putusnya saluran
listrik, gas, dan pembangkit listrik yang sedang beroperasi yang pada akhirnya
menyebabkan kebakaran (Noor, 2011:256).
5.
Perubahan
Pengaliran (Drainage Modifications)
Terbentuknya danau yang cukup luas akibat amblesnya (subsidence) permukaan daratan seperti
dataran banjir (floodplain), delta,
rawa yang diakibatkan oleh gempa bumi merupakan suatu permasalahan yang cukup
serius. Perubahan pengaliran akibat penurunan permukaan daratan yang disebabkan
oleh gempa memungkinkan terbentuknya danau-danau buatan dan reservoir baru
serta rusaknya bendungan. Contoh kasus terjadinya perubahan pengaliran adalah
gempa yang terjadi pada tahun 1971 di
San Fernando, California telah menyebabkan hancurnya bendungan Van
Norman Dam, sedangkan gempa Alaska yang terjadi pada tahun 1864 meruntuhkan dua
bendungan tipe earth fill yang berada
di selatan kota Anchorage. Kedua bendungan tersebut dilalui oleh suatu rekahan
dan patahan yang memotong badan bendungan dan telah merubah pengaliran (drainase) yang ada di wilayah
tersebut.
6. Perubahan Air Bawah Tanah (Ground Water Modifications)
Ragam air bawah tanah dapat mengalami perubahan oleh
perpindahan yang disebabkan oleh sesar atau guncangan contoh kasus dari
perubahan air bawah tanah adalah gempa yang terjadi di sepanjang suatu patahan
yang mengakibatkan terjadinya offset batuan
di kedua sisi permukaan tanah dan aliran air bawah tanah di wilayah Santa Clara
County, California, yaitu suatu wilayah yang terletak di bagian selatan teluk
San Fransisco. Dalam kasus ini kipas aluvial yang sangat luas yang terletak di
Alameda Creek yang terbentuk oleh sesar setinggi 8 meter menutup
saluran-saluran sungai yang menuju ke teluk San Fransisco sehingga membentuk
kolam-kolam yang sangat luas. Patahan ini juga berimbas pada air yang berada di
bawah tanah, offset yang terjadi pada
batuan yang berada dibawah tanah telah menyebabkan lapisan batuan yang
permeabel tertutup oleh lapisan batuan impermeable sehingga menghasilkan daerah
yang berada diantara gawir dan perbukitan mendapat air bawah tanah yang
melimpah, sebaliknya daerah yang lain sedikit yang menerima air bawah tanah.
7. Tsunami
Tsunami adalah suatu pergeseran naik atau turun yang terjadi
secara tiba-tiba pada dasar samudera pada saat terjadi gempa bumi bawah laut, kondisi ini
akan menimbulkan gelombang laut pasang yang sangat besar yang lazim “tidal waves”. Istilah tsunami berasal
dari bahasa jepang yang telah digunakan secara luas, baik untuk gelombang
pasang “tidal waves” maupun gelombang
yang disebabkan oleh gempa bumi atau yang lebih dikenal dengan istilah “seismic sea waves”.
Mekanisme terjadinya tsunami yaitu sebagai berikut.
1. Diawali dengan terjadinya gempa yang disertai dengan
pengangkatan sebagai akibat kompresi.
2. Gelombang bergerak
keluar ke segala arah dari daerah yang terangkat.
3. Panjang gelombang
berkurang tetapi tingginya meningkat saat mencapai bagian yang dangkal,
kemudian melaju ke arah darat dengan kecepatan ± 100 km/jam setelah sebelumnya surut
dulu untuk beberapa saat.
Gempa bumi yang memiliki intensitas yang besar juga selain
menimbulkan kerusakan lingkungan, juga menimbulkan kerugian harta benda dan
bahkan korban jiwa.
Gempa bumi, hampir selalu mencelakakan dan merugikan
manusia, namun gempa bumi juga memberikan juga manfaat dalam ilmu pengetahuan, terutama
dalam mempelajari planet bumi. Dengan mempelajari gerak pertama gelombang gempa
yang sampai di seismograf, dapat diketahui gerak sesar yang menimbulkan gempa.
Informasi yang dibutuhkan adalah rekaman waktu kedatangan body wave gelombang gempa. Perhitungan waktu tempuh gelombang, dengan
pengandaian massa bumi uniform, dan waktu tempuh yang dicatat seismograf
berbeda banyak. Hal ini diperkirakan bahwa body wave tidak mengalami kenaikan
kecepatan, yang berarti merambat pada satu macam medium. Dengan kata lain,
gelombang tersebut telah dipantulkan atau dibiaskan, sehingga tidak melalui
medium yang berbeda. Adapun manfaat gempa bumi yaitu:
1.
Gempa
bumi, sangat berguna bagi manusia karena mereka memberikan gambaran tentang
keadaan yang terjadi di bawah tanah.
2.
Gempa
juga memberikan informasi yang terjadi dalam struktur bumi, misalnya, ruang
magma, dan memungkinkan para ilmuwan untuk memonitor gunung berapi dan ancaman
letusan.
3.
Gempa
bumi juga dapat dijadikan untuk mengetahui struktur internal Bumi. Dengan
mengukur waktu yang diperlukan gelombang seismik untuk melintasi bumi kita bisa
memetakan struktur bumi ke inti.
4.
Gempa
bumi dapat merubah posisi mineral bumi, mineral yang awalnya berada di lapisan
bumi paling bawah, dapat bergerak menuju lapisan yang lebih atas.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan
pembahasan diatas maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Gempa bumi adalah getaran dalam bumi
yang terjadi sebagai akibat dari terlepasnya energi yang terkumpul secara
tiba-tiba dalam batuan yang mengalami deformasi.
2. Gempa bumi dapat dikelompokkan
secara umum yaitu gempa vulkanik, gempa runtuhan, dan juga gempa tektonik.
3. Gempa bumi di ukur dengan alat yang
disebut dengan seismograf.
4. Skala Richter (M) adalah satuan yang
dipakai untuk mengukur besarnya magnitude gempa. Satuan besaran gempa
berdasarkan satuan skala Richter adalah 1 hingga 10.
5. Satuan intensitas dan magnitude
gempa bumi dapat juga diukur berdasarkan dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh
getaran gelombang seismik yang dikenal dengan satuan Intensitas Modifikasi
Mercalli (MMI), nilai satuan ini berkisar dari 1 hingga 12.
6. Gempa bumi umumnya terjadi karena
runtuhan, gunung meletus, dan juga pergerakan lempeng di bawah tanah.
7. Gempa bumi memiliki dampak negatif
diantaranya longsoran tanah, kerusakan bangunan, korban jiwa, kebakaran,
perubahan aliran air bawah tanah, dan tsunami.
3.2 Saran
Gempa
bumi merupakan bencana alam yang terjadi hampir di seluruh dunia, maka dari itu
sebagai manusia hendaknya memahami dengan baik karakteristik maupun bahaya yang
ditimbulkan dari adanya gempa bumi sehingga jika terjadi gempa bumi kita telah
siap dan jumlah korban, baik korban materi maupun korban jiwa dapat di
minimalisir.
DAFTAR
PUSTAKA
Noor, Djauhari.
2011. Geologi untuk Perencanaan. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Sapiie, Benyamin
dkk. 2006. Geologi Fisik. Bandung:
ITB
Tjsyono, Bayong.
2003. Geosains. Bandung: ITB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar